Danau Asmara, Pesona Tersembunyi di Desa Waibao

Seusai menghadiri pelepasan pebalap Tour de Flores 2016 di Larantuka, rasanya tidak afdol bila sudah jauh-jauh ke Nusa Tenggara Timur tapi tidak menikmati wisata alamnya. Ketika itu saya dan rombongan berencana menuju Danau Asmara yang terletak di Kecamatan Tanjung Bunga, Desa Waibao. Jaraknya sekitar 40 kilometer dari Larantuka.

Meski jauh dari ibukota Kabupaten Flores Timur, danau Asmara terkenal dengan pemandangan alam yang cantik. Sayangnya lokasi ini masih jarang dikunjungi oleh wisatawan. Bahkan bila kita mencarinya di media online, masih sedikit cerita wisata yang bisa didapatkan. Maka dari itu kami memutuskan menuju danau Asmara untuk melihat seberapa besar potensi danau ini menjadi tempat wisata yang bernilai ekonomi.

Perjalanan dari Larantuka awalnya biasa-biasa saja, tapi ketika memasuki desa, jalan-jalan rusak mulai menghadang mobil kami. Di pedesaan jalanan masih berupa tanah dan berbatu, tak jarang lubang yang menganga memaksa mobil kami untuk berjalan lebih pelan agar tetap stabil.

Sepanjang jalan menuju danau, hati saya sempat teriris. Saya melihat para penduduk setempat berjalan kaki menenteng kayu bakar dan jerigen air. Kabarnya daerah sini sangat susah untuk memperoleh air bersih. Terkadang saya juga melihat anak-anak dan orang tua paruh baya berjalan kaki mengangkat kayu bakar.

Rumah-rumah di sepanjang jalan juga hanya berdinding bambu dengan atap daun-daun kering yang disusun rapat. Tidak ada saluran listrik di sini. Namun beberapa rumah ada yang memiliki panel surya kecil di atapnya, yang mungkin hanya cukup untuk menyalakan lampu di malam hari. Lampu jalan pun saya tidak melihatnya. Tidak terbayang bagaimana suasana desa ini ketika malam tiba.

Setelah menempuh 2 jam perjalanan dari Larantuka, akhirnya saya dan rombongan sampai di lokasi danau Asmara. Untuk menuju danau saya harus menuruni jalan setapak yang lumayan curam. Kondisi jalan yang berbatu dan diapit oleh semak belukar membuat saya sulit untuk bergerak cepat, salah langkah bisa terpeleset. Banyaknya tumbuhan di area danau juga membuat suasana terasa sangat lembab. Trek berbatu yang ditumbuhi lumut menjadi licin untuk ditapaki.

Untuk menuju danau Asmara, kami harus melewati jalan yang menurun dan dikelilingi semak. (Foto: Lastboy Tahara Sinaga)

Perjuangan yang melelahkan untuk menuruni jalan setapak ternyata membuahkan hasil. Di depan saya akhirnya terpampang danau Asmara yang dikelilingi pepohonan hijau yang rimbun. Tak ada suara apa pun selain daun yang gemerisik ditiup angin. Danau ini benar-benar sunyi. Airnya yang tenang dan berkilau membuat danau ini semakin cantik, seperti gadis pendiam yang anggun.

Danau Asmara yang sunyi dan tenang. (Foto: Lastboy Tahara Sinaga)

Berdasarkan literatur yang saya baca, nama danau ini awal mulanya bukan bernama Danau Asmara, melainkan Waibelen. Kata “Wai” artinya “air” dan “Belen” artinya “Besar”, bila diterjemahkan menjadi “air yang besar”. Nama Danau Asmara mulai muncul kira-kira pada tahun 1974, yang berawal dari sebuah kisah asmara.

Ketika itu ada sepasang kekasih bernama Lio Kelen (Laki-laki) dan Nela Kelen (Wanita). Sayangnya hubungan mereka tidak direstui orang tua karena masih punya ikatan kekerabatan keluarga yang dekat. Tidak terima dengan keputusan tersebut, mereka akhirnya menenggelamkan diri ke tengah danau dengan tangan terikat. Jadilah penduduk setempat menamainya dengan Danau Asmara.

Untuk melihat danau Asmara saya hanya berpijak pada tanah yang dialasi rerumputan. Berdiam diri sejenak untuk menikmati pemandangan, sambil merasakan semilir angin yang mengusap peluh. Suasana danau yang sunyi membuat hati saya merasa tenang dan tentram. Terlebih lagi pepohonan hijau yang mengelilingi danau makin menambah nuansa sejuk.

Namun sayang, danau seindah ini belum menyediakan tempat khusus bagi wisatawan untuk menikmati pemandangan atau beristirahat. Saya misalnya, harus berdiri beralaskan tanah yang sempit dan dikelilingi oleh semak belukar. Bila ingin menikmati keindahan danau, harus saling bergantian agar tidak terlalu dekat dengan air danau. Karena kita tidak tahu seberapa dalam danau itu dan bagaimana struktur tanah di dalamnya.

Semak-semak belukar di sekeliling danau Asmara. Harus berhati-hati saat berpijak karena lingkungannya masih alami dan belum ada penanda batas aman. (Foto: Lastboy Tahara Sinaga)

Dengan keindahan alam dan unsur hayatinya, danau ini memiliki potensi untuk menjadi tempat wisata yang besar. Namun wilayah sekitar danau perlu dikembangkan, seperti jalan atau akses menuju danau, sarana transportasi, penginapan, toilet umum, dan yang lainnya. Tentunya hal ini juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah lokal untuk mengelola lokasi tersebut. Supaya keanekaragaman biodiversitas di kawasan danau Asmara tetap terjaga.

Comments